Selasa, 31 Mei 2011

Lahirnya Bayi-bayi Baru dan Mulainya SPPD Berkuota

Satu persatu PLTU program 10.000 MW mulai menghasilkan listrik. Jumat malam lalu (28 Mei 2011), satu unit PLTU Lontar (Teluk Naga / beberapa kilometer sebelah barat bandara Cengkareng) sudah sinkron. Keesokan harinya bisa menghasilkan listrik 300 MW.

Memang, setelah dua hari dicoba PLTU itu harus dihentikan dulu beberapa hari untuk perbaikan. Diketahui ada 3 bagian yang belum sempurna: sensor temperature di super heater, shoot blower yang temperaturnya ketinggian dan cacat di anti steam explotion. Tapi itu bukan cacat berat. Tidak seperti di Suralaya-8 yang begitu ditest bagian yang penting yang gagal fungsi. Juga bukan seperti di Paiton yang begitu dicoba sinkron trafo step-upnya terbakar. Dua kasus terakhir itu menjengkelkan karena alat-alat penggantinya masih harus dibuat dan didatangkan dari luar negeri.

Yang di Lontar tidak seperti itu. Mestinya paling lambat dua minggu lagi sudah bisa dicoba lagi. Kalau tidak lagi ditemukan kekurangan test kehandalan pun bisa segera dilakukan.

Kita memang sudah sangat lama menunggu lahirnya bayi listrik di Lontar ini. Hamilnya sudah terlalu lama. Teman-teman kita yang menangani proyek itu, bekerja luar biasa keras setahun terakhir ini untuk menjaga agar tidak keguguran atau setidaknya lahir sungsang. Mulai dari GM yang lama Pak Harry Purwono sampai GM yang baru (entah kenapa jatuh kepada orang yang nama depannya sama) Harry Nugroho stress berat dibuatnya.

Sejak di awal proyek yang satu ini memang mengalami hambatan besar. Bahkan sudah sejak pencarian tanahnya yang harus berpindah-pindah. Ketika untuk pertama kalinya meninjau proyek ini (tidak lama setelah dilantik jadi Dirut PLN), saya geleng-geleng kepala. Apalagi waktu itu baru saja hujan. Mobilitas alat, barang dan pekerja sangatlah lebay. Yang terlihat di sekitar proyek hanyalah kubangan dan lumpur. Sampai-sampai terlontar begitu saya dari mulut saya: proyek ini proyek horror.

Untungnya di tengah-tengah horror itu teman-teman yang menangani proyek ini tidak sampai kehilangan rasa humornya. Yakni ketika proyek ini hampir saja miskram. “Biasanya proyek PLTU itu dibangun dulu baru kemudian dilakukan firing (pembakaran untuk menghasilkan uap). Tapi PLTU Lontar ini firing dulu baru kemudian dibangun,” ujar Pak Harry Purwono yang baru saja pensiun itu. Tentu saya tidak mengerti di mana lucunya kalimat itu. Setelah diceritakan kejadiannya barulah saya tertawa ngakak. Sebelum proyek ini dimulai, ketika pekerjaan membangun kamp-kamp tenaga kerja dilakukan, penduduk marah dan melakukan pembakaran yang menghebohkan. Proyek terhenti lama sekali.

Sebenarnya agak aneh mengapa bisa muncul masalah itu. Pemukiman penduduk begitu jauh dari proyek ini. Terpisahkan oleh persawahan sejauh 2 km. Untuk bisa sampai ke proyek ini pun sulitnya bukan main. Harus menundukkan dulu jalan darurat sejauh 2 km yang berkubang dan berkubang. Semula saya kira proyek ini dibangun di tengah persawahan. Kok aneh? Kok tidak seperti PLTU lain yang dibangun di pinggir pantai?

Ternyata PLTU Lontar sebenarnya dibangun di pinggir pantai juga. Hanya saja pantainya berada nun jauh di 2 km sana. Bisa dibayangkan betapa horornya proyek ini. Betapa sulitnya mengerjakannya. Termasuk betapa beratnya membangun water intake dan water outflownya. Maka sejak awal saya pun memaklumi mengapa pembangunannya begitu lambat.

Maka yang bisa dilakukan hanyalah bagaimana agar bayi horror ini tidak lebih lama lagi ngendon di kandungan. Pak Harry sendiri yang semula bertekad menjadikan proyek ini sebagai kenangan manis sebelum pensiun harus menyerah pada takdir.

Kini, tiga bulan setelah Pak Harry pensiun, unit satu Lontar baru selesai.

Itu berarti delapan unit PLTU proyek 10.000 MW yang sudah selesai. Tahun lalu dua unit selesai (Labuhan, Banten) dan April-Mei 2011 ini enam buah: Indramayu unit 1 dan 2, Rembang unit 1 dan 2, Suralaya 8 dan Lontar unit 1. Rasanya kualitas unit-unit yang selesai di tahun 2011 akan lebih baik karena mendapatkan control yang lebih ketat. Tidak akan seperti bayi Labuhan yang sampai setahun kemudian pun masih terkena ashma.

Kalau benar yang selesai di tahun 2011 ini kualitasnya lebih baik, ini sebuah prestasi besar jajaran pembangkitan Jawa/Bali. Begitu ketat teman-teman kita mengendalikan proyek. Padahal persoalannya begitu berbelitnya. PLTU Rembang pun sebenarnya tidak kalah horornya dari Lontar. Bahkan di sini saya sempat mengancam mengusir kontraktornya. Demikian juga di Suralaya-8. Bung Wedy, manajer proyek di sana sampai benar-benar mengusir pimpinan proyek yang diangkat kontraktor.

Saya harus memuji dan memberikan apresiasi yang tinggi kepada para manajer proyek yang berada di bawah koordinasi Kadiv Henky Heru Basudewo ini. Pujian saya itu disertai permintaan maaf karena saya terus menguber HHB seperti menguber maling. HHB pun terus menguber para manajer proyek seperti menguber perampok. Begitu ketatnya HHB mengendalikan para manajer proyek sampai-sampai muncul kesan kok para manajer proyek ini seolah-olah seperti terdakwa. Juga sampai muncul kesan seolah-olah keterlambatan proyek-proyek itu gara-gara mereka. Padahal para manajer proyek itu baru diterjunkan 1 tahun lalu, justru ketika proyek-proyek itu sudah sangat terlambat.

Saya bisa memahami munculnya perasaan galau seperti itu. Kesan itu juga saya ceritakan kepada semua anggota direksi. Bahkan kepada para menteri pun saya ceritakan betapa kerja keras teman-teman yang di proyek sekarang ini mengorbankan segala-galanya: fisik, mental dan perasaan. Mereka juga harus pandai main silat untuk menghadapi kelihaian permainan kungfu para kontraktor.

Dengan mulai selesainya proyek-proyek itu satu-persatu, tekanan yang sangat stress-full itu berkurang. Teman-teman yang di distribusi Jawa/Bali juga bisa lebih fokus berjuang mengalahkan Malaysia tanpa khawatir mati lampu yang disebabkan oleh kekurangan pasok. Lebih dari itu, gambaran bahwa tahun depan PLN akan bisa melakukan penghematan besar-besaran dalam penggunaan BBM bisa lebih optimistis.

Saya harus mencatat baik-baik kiat baru yang bisa membuat pengendalian proyek-proyek tersebut sangat effektif: HHB menciptakan system control yang jitu. Apa itu? Karena semua jajaran proyek menggunakan Blackberry, maka seluruh jajaran proyek dikelompokkan dalam grup BBM. Saya dan Dirops Jawa Bali dianggap kepala proyek juga sehingga kami berdua dimasukkan ke dalamnya.

Dengan system itu saya dan Pak Ngurah Adnyana pun bisa tahu apa saja yang mereka percakapkan di BBM. Bagaimana sesama manajer proyek saling melapor, memberi saran, memberi instruksi, memuji, ngedumel, sewot dan meringis. Atau bahkan bila mereka sekedar ndagel (melucu) sekali pun. Mungkin untuk melepas stress, setiap akhir pekan mereka saling bertukar lelucon. Kadang leluconnya pakai bahasa Suroboyoan sehingga saya yakin Kadiv seperti Pak Paingot tidak akan bisa tertawa.

Dengan system HHB itu praktis sesama manajer proyek terhubung selama 24 jam. Sejak jam 05.00 sampai jam 24.00. HHB biasanya sudah mengirimkan pesan pada jam 05.00. Mulai saat itu siapa pun boleh mulai mendaftarkan persoalan yang dihadapi hari itu. Sesekali saya ikut nimbrung, menambahkan persoalan agar lebih banyak lagi.

Saya membayangkan, kalau semua unit di PLN membuat grup seperti itu alangkah efektifnya organisasi ini. Juga alangkah turunnya SPPD. Apalagi SPPD memang harus turun drastis pasca puasa SPPD sebulan penuh yang berakhir tanggal 31 Mei 2011 ini. Kuota SPPD akan dikenakan kepada setiap unit. Kuota ini akan diterapkan dengan system terkomputer sehingga begitu kuotanya habis tidak akan bisa di-“klik” lagi.

Karena itu semua atasan yang mengeluarkan SPPD harus mewaspadai kuota itu. Kalau tidak, bulannya belum habis tapi kuota SPPD-nya sudah wassalam.

Tentu saya dan semua orang bangga dengan suksesnya penyelenggaraan puasa SPPD sebulan penuh itu. Di mana-mana orang membicarakan munculnya citra baru PLN yang menjulang. Kini puasa itu sudah berakhir. Kita meneruskannya dengan SPPD berkuota.



Dahlan Iskan

CEO PLN

0 komentar:

Posting Komentar